Seperti yang sudah aku ceritakan
berkali-kali dalam tulisan sebelumnya. Aku ternyata telah menjatuhkan hatiku.
Sungguh jarang sekali aku memutuskan perasaanku terlalu cepat setelah
sebelumnya aku merasa teramat sakit. Tapi kali ini hatiku sudah benar-benar
jatuh. Aku selalu berharap rasa ini hanyalah mimpi agar aku mampu melupakan
semua kejadian terdahulu. Namun aku tak pernah bangun. Aku tetap terperangkap
dalam mimpi itu.
Aku mungkin tak seperti kamu.
Bahkan kita sangat jauh berbeda. Kamu tak pernah tau tentangku. Namun aku tau
sedikitnya tentang kamu tanpa kamu ketahui. Bahkan aku tau seorang yang pernah
kamu suka. Sakit memang saat aku tau. Rasa minderku semakin menggunung. Padahal aku kecil.
Aku merasa terkucilkan, oleh segala ketakutanku sendiri. Bagaimana tidak? Aku rasa dia
jauh lebih cantik. Menarik dan
cerdas. Aku tak ada
apa-apanya J.
Cintaku, Aku rasa masih saja
jalan ditempat dan mungkin akan
berakhir sebelum sempat memulai. Atau bahkan seperti ini, biarkan aku menikmati segalamu
sesambil berjalan mundur. Disetiap langkah pelanku yang penuh kehati-hatian,
kau ada. Selalu. Biarpun menjauh, kurasa itu lebih baik daripada memaksamu
mengakui, aku.
Kamu tau? Rona matamu itu tajam,
layaknya senapan angin “duuaaaarrrr” menembus tebal rusuk-ku, dan menancap. Hatiku korbannya. Sayangnya,
senapan yang menancap itu hanya sebatas senapan anginmu.
Meski begitu aku akan menunggu
hingga pelurumu benar-benar tertembak. Tidak hanya angin. Seharusnya.
Mungkin sampai aku benar-benar lelah,
sampai tau-tau kau tidak lagi dihadapanku.